The Irregular Lifeforms Chapter 04 - Rencana Pengkhianatan


Pagi ini menjadi pagi yang menyebalkan bagiku. Bagaimana tidak, Mizuki membangunkanku dengan cara menginjak perut dengan tumitnya. Awalnya aku hampir saja menembaknya dengan salah satu pistolku. Tetapi pikiran itu menghilang ketika dia mengatakan ada seseorang yang sedang mencari dan menungguku di depan kamar. 

Saat kulihat, Mizuki begitu tenang tanpa merasa bersalah, dia bersandar di tembok sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Ya, aku ingin sekali memukulnya. Aku melihat Device-ku yang kemudian memunculkan jam virtual. Itu menunjukkan pukul enam pagi. Huh... siapa sih tamu tak diundang tersebut? 

Saat kubuka pintu tersebut, aku melihat seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahun. Dia begitu gelisah, terlihat jelas dari wajah masamnya. 

“Letda Murazawa?” 

Aku terkejut melihat pria yang sempat dikabarkan mendapat musibah besar bersama regunya saat sedang ditugaskan di Sulawesi Utara untuk menolong regu dari Indonesia yang katanya mendapat serangan dadakan. Meskipun sebenarnya tidak ada regu kami yang mendapat bahaya di sana. 

“Leonhart-dono? Syukurlah saya bisa bertemu Anda.” 

Pria itu kemudian berdiri dan mendekatiku dengan penuh suka cita. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi di sana. Karena sebelum aku sempat menerima kabar lanjutan, kontak darinya dan markas tiba-tiba terputus sesaat. 

Dia memakai jas hitam yang menutupi kemeja putihnya, serta celana kain berwarna hitam. Aku menyuruhnya untuk kembali duduk dan menanyakan kabarnya. 

“Murazawa-san, apa yang terjadi kepadamu setelah saat itu?” 

“Regu kami berhasil mendapat pertolongan dari malaikat cantik yang Anda kirim. Sebelumnya saya sangat berterima kasih. Semua berkat Leonhart-dono.” 

“Tidak, aku seharusnya meminta maaf kepadamu karena terlambat mengirim pasukan penyelamat.” 

Sebelumnya dia terjebak melawan Stage 6 dan gerombolan mayat hidup lainnya. Tetapi aku bingung, kami tidak meminta bantuan, kenapa dia datang ke tempat yang tidak ada penghuninya itu. Karena adanya Astal yang menyebar pesat di dahulu. Wilayah aman Indonesia hanya tersisa Pulau Jawa dan Sumatera. 

Ketika kami hendak berlanjut ke pembicaraan yang lebih penting, para gadis mulai terbangun dan keluar dari kamar mereka. Tentunya sikap mereka dapat ditebak jelas ketika keluar hanya mengenakan piama tipis. 

Karena aku tidak ingin ada keterlibatan pihak lain, terlebih mereka teman baruku, aku menyuruh Murazawa-san pergi menuju ruang kepala sekolah. Menurut instingku, sepertinya kami akan memiliki pembicaraan yang searah nantinya. 

Murazawa-san pergi dengan membawa tas koper berwarna hitam. Aku segera bergegas untuk membersihkan diriku dan menyusulnya. 

“Siapa pria tadi, Kagami-kun?” 

“Un, kenapa dia berada di ruangan regu kita?” 

“Dia terlihat mencurigakan.” 

Trio gadis yang bersembunyi di balik pintu kamar itu mengintip ke luar. Ah... mereka bersikap berlebihan. 

Karena bertepatan dengan tugas resmi yang akan kulaksanakan. Aku sekalian memakai seragam formal dari divisiku. Seragam militer khusus berwarna hitam kelam dengan ikat pinggang merah, pangkat berbentuk bintang berjumlah tiga menempel di kedua bahuku. Aku kemudian mengenakan sepatu delta hitam delapan inci. 

Ah, dan tidak lupa kuambil jubah anti sihir berwarna hitam dan menggantungkannya di lengan bawahku. Di ruang utama regu kami, aku mengatakan akan menghadiri acara penting dan pergi untuk beberapa saat. Mereka percaya dengan mudahnya, tetapi ketika kulihat Hanabi, dia sedikit murung. 

Dia seperti hendak menyampaikan sesuatu, tetapi aku harus segera berangkat untuk menghargai waktu yang tersisa. Setelah berpamitan singkat, aku segera pergi ke ruangan Albert-senpai. Gedung asrama kelas Alpha dan Omega dipisahkan taman yang cukup luas. Sedangkan ruangan Albert-senpai berada sedikit di belakang kedua gedung tersebut. 

Ketika aku keluar dari gedung Omega, beberapa gadis dari kelas Alpha terlihat telah menungguku dari kejauhan. Saat kulirik, mereka cukup terkejut, bahkan beberapa terlihat membuka mulut lebar-lebar, beberapa juga terlihat tersipu. Tapi terserah, aku tidak peduli. 

Aku membuka pintu ruangan dan menemukan keduanya tengah saling berbincang. Sepertinya ada informasi yang menarik, hehehe. 

“Oh, Kagami-kun, silakan duduk.” 

Aku kemudian duduk di sofa berwarna coklat panjang, berhadapan dengan Murazawa-san. Sedangkan Albert-san duduk di kursi kebanggaannya. 

“Kagami-kun, ada informasi penting. Kuharap kau siap menangani apa pun risikonya!” 

“Tu-tunggu! Apakah ada kaitan antara observasi nanti dan kedatangan Murazawa-san ke sini?” 

“Ya! Letda Murazawa, jelaskan kepada juniorku ini!” 

Murazawa-san mengangguk, kemudian menatap wajahku. 

“Leonhart-dono, akan kujelaskan beberapa hal yang terjadi kepadaku sebulan lalu. Ini juga menyangkut tugas observasi yang akan Anda lakukan hari ini, benarkan?” 

Aku hanya mengangguk dan tetap mendengarkan. 

“Sebulan lalu, saya mendengar kabar bahwa pemerintah akan menciptakan sebuah portal teleportasi dimensi. Saya awalnya tidak percaya dengan hal itu, tetapi....” 

Aku mendengarkannya dengan saksama. Pemerintah berhasil menciptakan portal tersebut, tetapi kebenaran untuk penggunaannya masih simpang siur. Terdapat sebuah kelompok politik yang sejak awal ikut serta dalam proyek tersebut, itu bernama Faksi Khusus. Mereka berkeinginan kuat menciptakan portal untuk dapat mengambil alih suatu wilayah dan sumber daya di balik sisi portal tersebut. 

Berbeda dengan pemerintahan yang berkeinginan melakukan kerja sama politik dan saling menguntungkan satu sama lain. Karena Murazawa mengetahui rencana tersebut, maka dia hendak melapor ke pemerintah pusat. Tetapi sebelum itu terjadi, pasukan dari Faksi Khusus menangkapnya dan beberapa regunya. 

Mereka diberi tugas untuk pergi ke Indonesia dengan dalih permintaan khusus. Jika tidak, maka dia akan difitnah berkhianat kepada pemerintah dengan membocorkan skrip rahasia proyek ke negara lain. Mau atau tidak, dia terpaksa menerimanya, hingga akhirnya kejadian itu pun benar-benar terlaksana. 

Beruntung aku dan beberapa reguku sempat menerima gelombang sinyal darurat darinya dan meminta pemerintah Indonesia mengirim bantuan secepatnya. Beberapa kendala komunikasi dengan pusat sempat terganggu akibat munculnya radiasi misterius di atmosfer, tetapi itu hanya sesaat. 

Karena terlalu rumit dengan masalah yang ada dengan pemerintah, aku mengirim unitku ke daerah itu untuk melakukan misi penyelamatan. Tetapi aku sendiri tak dapat ikut langsung karena berbenturan dengan tugas lain. Begitulah seingatku dulu. 

“Karena tahu bahwa reguku berhasil diselamatkan oleh unit Anda. Faksi Khusus membentuk rencana lain, mungkin mereka memanfaatkan Anda untuk ikut membantu menyukseskan rencana. Hingga akhirnya Anda berada di sini, saat ini.” 

Begitulah penjelasannya yang dapat kutangkap saat ini. 

“Juga ada informasi lain, Kagami-kun. Faksi Khusus diduga memiliki siasat hitam dengan Serikat.” 

“Serikat? Maksudmu PBB?” 

“Ya!” 

Lalu apa yang harus kulakukan? Aku tidak memiliki rencana tambahan karena memang tidak sadar dengan hal ini. Apakah aku harus menolaknya dan kembali ke Indonesia dengan damai? Tidak, pasti ada sedikit masalah. Huft... 

“Kagami-kun, pemerintah Jepang secara khusus memintamu untuk ikut menangani hal ini, karena itulah, Letda Murazawa berada di sini. Juga kau harus merahasiakan keberadaannya dari Faksi Khusus.” 

“Itu benar, Leonhart-dono. Pemerintah telah memberi wewenang Albert-san untuk menjagaku setelah kembali dari Indonesia. Dan juga, saya mendapat titipan ini oleh salah satu anggota unit Anda. Maksudku, si malaikat itu.” 

Murazawa-san memberikan koper hitam yang sebelumnya dia bawa ke ruangan regu. Jika dia hendak menyerahkannya kepadaku, kenapa tidak dari tadi? Apakah dia ingin Senpai menjadi saksi penerimaan koper itu? 

Setelah menerimanya, aku membuka dan memeriksanya. Whoaa...! Aku terkejut bukan main ketika mendapati peralatan khusus yang kuminta Ayah untuk menjaganya. Tapi jika Murazawa-san mengatakan koper ini diberi oleh malaikat cantik, tidak salah lagi, dia pasti adik angkat perempuanku. 

Sebuah Device pribadiku berwarna hitam, dengan bagian layar segi empat berukuran tiga sentimeter persegi. Lalu sebuah pistol hitam bergaris merah di bagian pegangannya. Aku mengganti Device-ku, setelah itu layar mulai memunculkan sebuah ikon smile berwarna hijau. 

“Alvis! Apa kau bisa mendengarku?” 

“Ya, Master. Terdengar sangat jelas.” 

Suara laki-laki menyerupai sistem menjawabku dengan sopan, dia adalah Alvis—Artificial Intelligence. Aku mengambil Dual Wyvern-ku dan menaruhnya ke koper, sedangkan pistol hitam itu kumasukkan ke dalam holster paha. Pistol itu dulu kuberi nama Charlotte. Jika ditanya ‘kenapa?’, itu karena salah satu temanku yang memberikannya di hari ulang tahunku sekaligus pada hari terakhirnya di dunia ini. 

Aku sangat senang. Dengan perlengkapan ini, pastinya aku bisa menggunakan seluruh kekuatanku tanpa ragu. 

“Ano... Leonhart-dono. Pemerintah meminta Anda untuk menangani masalah ini ‘kan? Maksudnya adalah menghancurkan alat itu, ya, karena dianggap berbahaya sih....” 

Ha? Serius? Alat itu bisa jadi kemajuan besar di dunia ini loh! Mungkin juga bisa memindahkan rakyat ke wilayah lain yang aman dari para Astal. 

“Tetapi itu sangat disayangkan....” 

“Ya, kau benar, Kagami-kun.” 

“Benar juga, Leonhart-dono.” 

Huft... kami bertiga serempak menghela napas berat, melepaskan beban berat yang kami tanggung bersama. 

“Kalau begitu... aku membutuhkan sedikit bantuanmu, Senpai.” 

“Baiklah, katakan saja apa yang kau perlukan.” 

Ya, rencana selanjutnya, menggagalkan rencana Faksi Khusus. Aku tidak tahu jalan pikiran mereka sejauh mana, tapi jika mereka menyewaku, ada kemungkinan bahwa mereka telah menyiapkan antisipasi terhadapku. Aku harus berhati-hati. Bukan hanya keselamatanku sendiri yang akan terancam, tapi juga beberapa orang terdekatku, seperti teman-teman dari regu 471.


Posting Komentar

0 Komentar