The Irregular Lifeforms Chapter 08 - Reruntuhan Kota dan Goblin


Pagi ini diriku hanya terduduk diam di belakang meja kasir sembari membawa buku cerita anak-anak. Jika di duniaku sebelumnya, mungkin lebih mirip dongeng, tetapi untuk dongeng dari dunia ini, aku sedikit bingung bagaimana menyikapinya. 

Karena akhir-akhir ini tidak banyak pelanggan yang datang untuk menginap, kebanyakan hanya sarapan dan makan malam, kugunakan waktu luang tersebut untuk menikmati sedikit kesunyian di sini. Syukurlah aku mulai dapat membaca dengan lancar, meski ada beberapa istilah yang masih sulit dipahami. 

Suara pintu yang sedikit berdecit menyita sekian persen konsentrasiku, tetapi setelah tahu bahwa Luna yang datang dari halaman belakang, aku kembali mengalihkan perhatianku. Ia menghampiriku dari depan meja kasir sambil berpose seolah hendak menggodaku. 

“Kau ini sudah menjadi petualang, tapi kenapa masih bekerja di sini?” 

“Apakah kau bermaksud mengusirku?” 

“Bukannya begitu, tapi ya, setidaknya pergilah ke Guild dan mencari anggota untuk Party-mu! Dengan lencana yang kau miliki, pasti tidak akan sulit mencari petualang hebat.” 

Tidak lagi. Dia menyarankan hal itu sudah empat kali semenjak pulang dari perburuan kemarin. Kenapa dia begitu ingin melihatku memiliki Party sih? 

Party merupakan sekelompok petualang yang menjalin kerja sama untuk menyelesaikan permintaan atau melakukan pekerjaan berkelompok lainnya. Tidak apa sih jika aku harus mengumpulkan kekuatan untuk menyelesaikan permintaan yang sulit. 

Tapi apakah mereka percaya jika aku memiliki lencana bintang tujuh? Sebagian dari mereka pasti akan menganggap diriku curang dalam tes. Terlebih aku tidak tahu petualang macam apa yang akan kutemui. Apakah petualang rendah hati yang bercita-cita mengalahkan Raja Iblis seperti di dalam film? Atau petualang pemula sepertiku yang tidak tahu apa-apa? 

Ah, tidak tahu apa-apa hanya dalam artian belum mengetahui sepenuhnya tentang dunia ini. Mungkin akan menyenangkan jika mengajak para prajurit kebanggaanku kemari. Tapi itu jelas akan merepotkan. 

Yah, gara-gara gadis itu, aku jadi bosan di sini. Terlebih mood-ku membaca juga telah hilang. 

Master? Kenapa Anda tidak mengumpulkan kekuatan? Aku yakin dengan kemampuan dan pengalaman yang telah terasah, Anda dapat menggenggam sebuah negara di benua ini.” 

“Itu tidak bisa, Alvis. Aku tidak mungkin menyerang sebuah negara dan mendeklarasikan diriku sendiri menjadi kepala negara yang baru.” 

“Itu sangat disayangkan.” 

Hoi! Hoi! Kau pasti akan menulis memo khusus dalam laporanku ‘kan? Lalu ketika kembali ke duniaku, kau akan menyerahkannya ke ayah. Benar ‘kan? Itu bisa membuatku mendapat masalah, dasar bodoh! 

Hanya untuk menundukkan kota yang seukuran dengan kota Jakarta ini dan menjadi pemimpin secara paksa, aku yakin lebih dari mampu. Tapi untuk mendapat kepercayaan dan dukungan masyarakatnyalah yang paling sulit. Jika aku hanya memperlihatkan kekuatanku, tentunya mereka akan takut dan kabur dari kota ini. 

Yah, setidaknya aku akan memilih bermain-main dahulu di dunia ini sembari menunggu bantuan yang datang untuk menyelamatkanku. Aku beranjak dari tempat duduk setelah melamun sekian lama, kemudian berjalan menuju pintu keluar. 

“Mau ke mana?” 

Pertanyaan gadis itu sedikit mencurigakan. Dilihat dari caranya berdiri penuh semangat sambil menggebrak meja kasir, ia bersiap mengikutiku yang hendak pergi. 

“Cari masalah.” 

Aku hanya menjawab singkat. Tapi kurasa dia dibingungkan oleh kalimatku barusan. Luna mengerutkan keningnya, dengan ekspresi kecewa yang mendalam, dia kembali duduk. Beruntunglah dia tidak mengerti maksudku, jika dia tahu aku akan mencari masalah dengan para monster, dia pasti akan mengikutiku dan meninggalkan tugas jaga paginya.

***

Aku berada di hutan menuju reruntuhan kota di sebelah barat kota Parriot. Secara teknis, saat ini aku berada di luar kota sih. Kenapa aku menuju ke reruntuhan kota? Semua tindakan itu memiliki alasan, bukan? 

Perburuan Goblin, itulah tujuan kenapa aku sampai berada di tempat ini. Melihat rindangnya pepohonan dan lebatnya semak-semak, itu mengingatkanku pada latihanku dulu. Dapat dibilang aku sedikit bernostalgia. 

Ketika berada di Guild beberapa saat lalu, aku menjumpai seorang pria tua yang tengah terduduk dengan wajah penuh masalah. Jika dia berada di tempat itu, pastinya dia memiliki hubungan dengan para petualang. Aku bertanya kepada Zaza tentang pria tua tersebut. Tetapi yang aku dengar cukup mengejutkan. 

Guild menolak permintaan pria tua yang tidak lain adalah kepala desa Aztro yang terletak di barat kota Parriot. Mereka mengeluhkan adanya beberapa Goblin yang minggu-minggu ini mengganggu pertanian penduduk desa tersebut. 

Si mbak resepsionis menolak permintaan pria tua itu dikarenakan jumlah hadiah yang ditawarkan tidak sesuai dengan tingkat kesulitan. Karena aku melihat pak tua itu begitu kesusahan, terlebih akan terjadi dampak buruk pula jika para Goblin itu dibiarkan berkeliaran dengan bebas. Aku mencoba menghiburnya dengan menawarkan diri sebagai satu-satunya petualang yang mau menerima permintaan tersebut. 

Karena mengetahui bahwa akulah yang menerima misi tersebut dengan suka rela, si mbak resepsionis itu langsung menerima permintaan dari pria tua tersebut. Meski awalnya harus melalui perdebatan kecil dengan si mbak resepsionis. Yah, tidak apalah jika sesekali melakukan kebaikan di dunia ini. 

Setelah sampai di dekat gerbang reruntuhan kota, aku hanya menemukan beberapa Goblin yang berada di gerbang masuk. Aku memperluas area peta pada Device dan menemukan sekitar 21 titik hijau dari seluruh wilayah di reruntuhan kota. 

Kota hantu ini benar-benar telah terbengkalai. Dilihat dari gerbang yang dipenuhi sulur dan tanaman merambat lainnya, sudah dapat dipastikan di dalamnya pasti lebih parah. 

Aku bergerak mendekat melalui semak-semak yang lebih lebat dan bersembunyi untuk menghindari kontak langsung dengan para Goblin penjaga. Mereka berwarna hijau lumut dengan tinggi kurang dari satu meter dengan perlengkapan sederhana seperti armor kulit dan helm besi yang terlihat kebesaran. Serta membawa tombak dan anak panah dari kayu. 

“Alvis, siapkan CheyTac M200 Garuda!” 

“Ya, Master. Memindai data, mentransfer CheyTac M200 Garuda. Transfer selesai.” 

Sebuah Sniper Rifle berwarna merah dengan stiker kepala garuda muncul di samping kananku seperti di teleportasi. Setelah mengambilnya dari Inventory dan mengisi energinya dengan Mana, aku mulai membidik salah satu dari Goblin penjaga. Di sana terdapat empat Goblin, dua berada di pintu gerbang dan sisanya berada di masing-masing menara pengawas. 

Wind Bullet.” 

Pengaktifan suara pada Device terhubung langsung kepada CheyTac, sehingga untuk mengganti pelurunya harus melalui Device, berbeda dengan Charlotte yang memiliki inti pengaktifan manual tanpa harus menggunakan Device

Senapan jitu tersebut mengeluarkan suara gerigi yang berputar pada sirkuit, kemudian berhenti, seperti pergantian gerigi pada kendaraan. 

Target pertama mencapai jarak 150 meter, tidak ada tanda-tanda atau pergerakan aneh dari mereka berempat selain hanya mondar-mandir dalam gerakan menyilang. Jika aku berhasil, mereka dapat kubunuh dengan satu peluru saja. 

Goblin yang berada di sebelah kanan dan kiri mulai berjalan saling mendekat, berhadapan dan berada di titik tengah. Aku menekan pelatuknya. Sebuah peluru sihir beratribut angin menembus tubuh mereka bersamaan. 

“Yeah! Piercing Shot!” 

Aku memuji diriku sendiri. Kini tinggal dua lagi. Aku terpaksa menembak mereka secara bergantian, tapi itu akan membuatku ketahuan, setelah salah satu goblin melihat teman mereka mati. 

Kutandai salah satu Goblin tersebut dalam koordinat peta, kemudian melancarkan sihir Paralyze dari Device. Dia terdiam membeku dan yang satunya tidak sadar dengan hal tersebut. Lantas aku menembak Goblin yang masih berada dalam kondisi normal, lalu menembak Goblin yang masih tidak bergerak tadi. 

Gerbang depan kini telah aman, aku memasuki kota mati itu dan menuju ke tempat perkumpulan mereka yang terletak di sebuah bangunan besar di tengah kota. Di sekelilingku penuh dengan bangunan yang porak-poranda dan barang-barang keseharian para penduduk yang ditinggalkan. Jika dugaanku benar, mungkin kota ini pernah tertimpa bencana, sehingga para penduduknya pergi. 

Kondisi bangunan yang telah setengah hancur menjadi pemandangan absolut, tidak ragu jika tempat ini menjadi markas para Goblin. 

Mataku kembali menatap pada peta saat Alvis memberitahuku tentang adanya tanda kehidupan yang mendekat. Terdapat enam titik hijau bergerak dari sisi barat laut. Satu titik hijau berada di depan dan lima lainnya berada cukup jauh di belakang. Mungkinkah mereka regu pengawas yang tengah berpatroli? 

Mereka bergerak ke arah selatan di jalanan yang berada satu blok denganku. Kemudian mereka berbelok ke kiri di sebuah jalan kecil. Pemimpin kelompoknya berlari semakin cepat dan menjauhi kawanannya. Mereka semua akan terlihat olehku jika keluar dari jalan kecil tersebut dan dengan begitu aku dapat membunuh mereka sekaligus dengan peluru plasma. 

Mataku tidak terlepas dari titik hijau di dalam peta. Ketika titik hijau terdepan hampir keluar, aku menarik Charlotte dan langsung berbalik untuk membidik kepalanya. Tepat sebelum dia keluar, aku menembakkan peluru plasma dan mengandalkan titik temu antara target dan peluruku. 

“Kyaa!!” 

Meleset! Ketika aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia berhasil menghindari tembakkanku dengan sedikit menggeser kepalanya. 

Check Up!” 

“Meleset. Target bergerak sejauh 3 cm dari titik X. Laporan selesai.” 

Mustahil! Belum pernah ada makhluk yang meleset dari tembakkan Charlotte. Entah karena dia benar-benar cepat atau hanya sekadar keberuntungan semata. Tapi, apa-apaan itu? 

“Hoi! Tolong! Tolong aku...!” 

Ha? Apa? Tidak! Siapa dia? Seorang gadis berlari ke arahku sembari mengulurkan kedua tangannya seperti hendak memelukku. Tapi aku bergeser ke kanan ketika telah sangat dekat. Walhasil dia tersungkur ke belakangku. 

Karena jika aku menerima pelukannya, bisa menjadi bahaya. Lima makhluk hijau itu telah keluar dari jalan kecil tadi. Mereka memakai perlengkapan yang serupa dengan Goblin pengawas di gerbang, lengkap dengan tombaknya juga. Kelimanya berlari kemari dengan suara berisik yang tidak lebih merdu dari tong kosong yang dipukul. Tanpa ragu aku menembak mereka satu persatu tepat di kepala dan dalam sekejap tersungkur ke jalanan tanah. 

“Yup! Chain Head Shot, tidak buruk juga!” 

Aku kembali memuji diriku sendiri. Bukan karena tidak pernah dipuji, tapi hanya untuk meningkatkan mood-ku secara pribadi. 

“Eh, Master? Jumlah transfer Mana kepada Charlotte memengaruhi tingkat akurasi, tidak heran jika Anda bisa mengenai mereka semua, ‘kan?” 

“Aku tahu itu! Tetap saja, aku butuh pujian! Hehehe.” 

“Hmmm.” 

Aku berbalik dan menemui gadis tadi yang masih terduduk di atas jalanan tanah dengan wajah kaku dan tubuh gemetar. Selain itu, napasnya yang memburu memperlihatkan tubuhnya yang kelelahan akibat dikejar kawanan Goblin. 

Dia memiliki rambut merah panjang yang indah dan mata hijau yang cantik. Dia memakai blus merah dan putih yang dibalut armor kulit berwarna coklat dan rok pendek warna putih, serta membawa dua senjata berjenis Dagger

“Jadi, bisa kau jelaskan padaku, kenapa kau berada di reruntuhan kota ini? Kau tahu, jika bukan karena refleks menghindarmu yang baik, kau sudah mati beberapa menit lalu.” 

Kedua matanya berkaca-kaca, dia hendak menangis, tapi sepertinya ditahan dengan baik. Seharusnya kau tidak menahan rasa gembiramu karena berhasil lolos dari kematian! 

“Namaku, Airi. Petualang Beginner bintang dua. Maaf telah membuatmu ikut masuk ke dalam masalahku.” 

“Hah? Masalahmu?” 

Yah, aku menemui gadis yang menawan kali ini, dia cukup sopan dibanding gadis yang kini tengah berada di kedai. Kurasa jika aku melatihnya sedikit lebih keras, dia bisa menjadi kuat dan cocok untuk kujadikan anggota Party pertamaku. Ya! Aku harus mendapatkannya!


Posting Komentar

0 Komentar