The Irregular Lifeforms Chapter 30 - Bangun dari Tidur Panjang



Mendekati akhir musim semi, udara menjadi semakin panas. Terik matahari yang mulai menusuk tubuh dengan sengatannya, membuat beberapa orang yang bekerja di luar ruangan lebih sering mengelap keringat mereka.

Dua minggu telah berlalu sejak peristiwa itu. Mereka yang menjelajahi gua misterius telah kembali, meski ada korban yang jatuh di saat-saat terakhir, yang membuat mereka terpukul setelah melewati jurang kematian bersama.

Waktu yang dirasa singkat tersebut, telah terasa begitu lama bagaikan puluhan tahun terjadi. 14 hari memang bukan waktu yang sedikit jika digunakan oleh orang-orang penting dan sibuk. Tetapi untuk Kagami yang sampai saat ini belum membuka matanya, membuat orang di sekitarnya merasa khawatir dengan keadaan lelaki itu.

Sejak mengalahkan Astal, dia pingsan dan belum sadarkan diri hingga sekarang. Kepulangannya yang begitu dinantikan menjadi kabar memilukan bagi orang terdekatnya. Terlebih untuk istrinya, Schana, wanita yang begitu mencintainya. Dialah yang memiliki rasa khawatir paling tinggi di antara lainnya.

Hal tersebut wajar, mengingat bahwa dia adalah istri satu-satunya Kagami. Schana tidak memiliki pilihan lain selain bersabar dan menunggu Kagami kembali siuman dari tidur panjangnya. Waktu berlalu hari demi hari. Schana dan Luna, juga Lily bergantian menjaganya saat berbaring tak berdaya di kasur tua milik penginapan yang selama ini mereka tinggali. Sakura pun beberapa kali sempat mampir untuk memastikan keadaan, tetapi Kagami belum sadar saat gadis tersebut datang dengan penuh rasa sedih akan kehilangan sosok favoritnya.

Ya, kau tahu Kagami, semakin lama kau tidak sadar, maka kau akan semakin kehilangan waktumu yang berharga di dunia ini. Ada banyak hal yang siap menantimu di luar sana.

Saat itu, hari menjelang siang. Pergerakan minim muncul dari kelopak mata Kagami yang sudah lama terpejam. Dia membuka mata perlahan, mencoba menyesuaikan organ visualnya dengan ingatan yang masih terpasang rapi seakan tak ada yang berani menyentuh.

Dia memandang langit-langit yang sama dengan hari di mana dia pertama tinggal di dunia ini. Pandangannya di penuhi oleh ingatan mengenai masa lalunya di penginapan. Saat dia hendak bangun, laki-laki itu merintih kesakitan sembari memegangi kepalanya.

"Apa yang terjadi denganku?"

Dia mencoba bangun, tetapi hanya sebatas menyandarkan punggungnya ke dinding. Kagami melihat tubuhnya yang dipenuhi perban, dan hanya menghela napas berat. Pergerakan matanya menjadi lebih lambat dari biasanya, entah karena masih merasa lelah, atau karena dia sedang tidak semangat.

"Tubuhku terasa sangat berat. Apakah ini efek dari Meister Level 3?"

Ketika laki-laki tersebut tengah meregangkan tubuh dan mencoba lebih rileks, suara pintu terbuka memenuhi ruangan. Sosok wanita dengan rambut emas yang panjang nan indah memenuhi pandangannya. Tidak perlu dipertanyakan lagi siapa pemilik keindahan tingkat dunia itu.

Schana yang mendapati suaminya telah siuman, membuat dirinya diam mematung seakan tidak percaya dengan kenyataan yang ada. "Da-Darling?" ucapnya pelan sembari terus menatap Kagami dengan mata sayu. "Kau sudah bangun!" Dia langsung berlari dan melompat tanpa pikir panjang.

Sontak Kagami mengeluarkan ekspresi ketakutan. Di saat tubuhnya menjadi kaku dan sulit digerakkan, wanita itu melompat tepat ke atas tubuhnya. Pada akhirnya, laki-laki tersebut tak dapat menghindari hal itu terjadi seperti biasanya.

"Darling! Darling! Darling! Darling ...."

Memeluk Kagami dengan suara sekeras mungkin, lalu berubah pelan dan menjadi tangisan ringan. Schana memeluk Kagami dengan penuh suka cita. Sembari menahan rasa sakit yang tiba-tiba menjulur di sekujur tubuhnya, dia membalas pelukan penuh kasih sayang dari wanitanya.

"Maaf telah membuatmu khawatir, Schana."

"Bukan itu yang ingin kudengar!"

Kagami tersentak kaget. Jika bukan permintaan maaf, lalu apa yang diinginkannya?

"T-Terima kasih, karena telah merawatku selama ini."

"Aku juga tidak ingin mendengar itu sekarang!"

Schana lantas memeluknya lebih erat seakan tidak ingin kehilangan sosok yang paling dicintainya. Sedikit demi sedikit, Kagami mulai memahami tingkah istrinya yang begitu manja. Permintaan dari guild tentang penyelamatan para petualang membuatnya ingat akan suatu hal. Dia belum pernah meninggalkan Schana dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Kagami membelai kepala Schana dan menariknya ke pelukan. Perlahan dia membisikan sesuatu ke telinga rubah wanita tersebut.

"Aku pulang, Schana ...."

"Um, selamat datang kembali, Darling."

Schana tersenyum manis, memberikan kesan bahagia yang begitu mendalam di pertemuan mereka setelah terpisahkan. Setelah puas bermesraan dengan suaminya, dia mulai turun dengan sendiri tanpa perlu diperintah oleh Kagami.

"Aku akan membawakan bubur untukmu, Darling. Jangan ke mana-mana dulu, ya."

Setelah mengedipkan mata kirinya dengan genit, Schana menghilang di balik pintu dan meninggalkan Kagami dalam kesendirian. Laki-laki itu melihat Device-nya dan tahu bahwa semua harus terpantau dengan baik tanpa terkecuali. Rasa was-was yang selalu melekat di pikirannya membuat dirinya tidak ingin ketinggalan berbagai informasi di sekitar.

"Alvis, buka catatan harian yang direkam hingga detik ini."

Sebuah layar kecil muncul di depannya dan menampilkan banyak kalimat di dalamnya. Kagami membaca semua catatan dari dua minggu lalu sejak awal dia pingsan hingga sekarang. Dari yang dia tahu, tidak terlalu banyak hal aneh terjadi. Itu membuatnya dapat bernapas lega untuk sementara.

Setelah pingsan pada waktu itu, kelompok Kagami tidak bertemu dengan monster aneh yang dapat berkamuflase di hutan. Mereka sangat beruntung dan dapat kembali ke Kota Parriot sembari menumpang pada rombongan pedagang yang kebetulan lewat.

Kreon dan petualang lain tidak mengetahui rumah Kagami, sehingga mereka membawanya ke Guild Petualang dan menanyakannya kepada resepsionis Zaza. Dari sanalah, Sakura yang diminta oleh Kreon untuk mengawasi Kagami dan menjaganya. Tentu Sakura akan melakukannya dengan senang hati tanpa disuruh.

Hari-hari berikutnya terjadi seakan tidak ada masalah di dunia ini. Setidaknya begitulah yang tercatat pada laporan. Kagami hanya dapat menghela napas sekali lagi, bersyukur atas kehidupannya yang masih selamat. Karena jika dia sampai tidak selamat, maka ceritanya tamat.

"Darling, aku masuk."

Suara lembut nan manis itu sekali lagi mengisi seluruh ruangan. Wajah cantik milik istrinya kembali terpampang jelas di mata Kagami.

"Papa! Aku datang!"

Disusul oleh suara kecil dan lucu, Lily langsung masuk ke kamar dan mendekati kagami. Gadis kecil itu masuk ke dalam selimut dan muncul seperti kucing. Ya, dia memang berasal dari ras Silver Cat. Lily kecil memeluk papanya dengan ekspresi khawatir yang berlebihan.

Dia tiba-tiba melompat keluar dari selimut dan memeluk Kagami dari samping. Dia semakin lincah dibanding sebelumnya, ekornya yang bergoyang tak tentu memperlihatkan rasa bahagianya yang terdalam.

Schana duduk pada kursi yang berada di dekat Kagami, dia menaruh nampan dan mengambil mangkok berisi bubur putih.

"Hehe, aku membuat bubur yang enak, Darling."

"Terima kasih, Schana."

Wanita itu membuat bubur dari gandum yang direndam dengan susu. Kemudian perlahan menyuapi Kagami dengan tersenyum tipis, seakan tak dapat membendung diri untuk mengekspresikan rasa gembira.

"Papa! Kenapa Papa tidur sangat lama? Aku sangat merindukan Papa!"

"Maaf sudah membuatmu cemas Lily. Papa ... papa hanya ... ya, sedikit berada dalam keadaan tidak baik saja. Tetapi papa sekarang sudah sehat."

Kagami mencoba menghibur Lily dan membuatnya tersenyum lagi. Selama tak sadarkan diri, Lily adalah orang yang paling sering menangis ketika melihat keadaan Kagami yang menurutnya tidak normal. Dia takut akan kehilangan sosok ideal tersebut. Sosok yang menjadi orang tua barunya. Lalu, keluarga itu akhirnya berkumpul kembali dan melepas rindu bersama.

Beberapa jam telah berlalu. Schana dan Lily keluar dari ruangan itu untuk membiarkan Kagami beristirahat. Tetapi lelaki sepertinya tidak dapat hanya berdiam diri dan membiarkan hari berlalu begitu saja. Dia lantas segera bangun dan memaksa tubuhnya untuk bergerak.

Di saat itulah, pintu kamarnya kembali terbuka. Kini, giliran Luna mengunjungi Kagami. Dia menunduk ketika memasuki kamar, berjalan lambat tanpa bicara sepatah kata pun.

"L-Luna? Ada apa? Apakah kau sedang sakit?"

Kagami yang melihat tingkah aneh gadis tersebut lantas mencoba menanyainya. Sayang, tidak ada jawaban sedikit pun dari Luna. Dia berdiri tepat di depan Kagami, kemudian perlahan membungkuk hingga kepalanya menyentuh dada lelaki di depannya.

Beberapa detik selanjutnya, mulai terdengar suara serak milik Luna. Dia terisak saat dapat melihat Kagami lagi setelah dua minggu berlalu.

"Kenapa kau seceroboh itu untuk melawan Dewa Kematian?"

"Eh? Kau mengetahuinya? Siapa yang menceritakannya kepadamu?"

"Sakura yang menceritakannya."

"Ah, itu, emm ...."

Kagami tidak langsung menjawabnya, dia tidak tahu harus berkata jujur atau bohong tentang siapa dirinya dan apa itu makhluk yang mereka sebut-sebut sebagai Dewa Kematian. Astal, yang telah menjadi musuh Kagami sejak awal, menjadi panutan baginya untuk terus berjuang menjadi lebih kuat. Meski kenyataannya, dia sendiri juga seorang Astal. Haruskah Kagami membenci dirinya sendiri?

Tidak, itu adalah pemikiran naif saja. Walau dia membenci Astal, dan dirinya sendiri juga adalah Astal, Kagami harus bersikap lebih bijak menanganinya. Sebab itulah fakta pahit yang selalu menyertainya.

Luna tiba-tiba mendongak dan menampar Kagami dengan kekuatan penuh. Meski dia bisa menahan tamparan tersebut, Kagami tidak dapat menahan perasaan yang mengalir dari telapak tangan gadis tersebut. Luna lantas lebih mendekat seraya berjinjit.

Saat Kagami sadar akan hal itu, dia menyadari bahwa bibir mereka telah saling menyatu. Laki-laki tersebut tidak tahu harus bersikap bagaimana. Luna melepaskan ciuman itu dan langsung pergi dengan wajah merah dan penuh air mata.

Kini dia kembali sendirian di ruangan itu, dia tidak tahu harus bersikap apa untuk menangani perilaku wanita. Karena sejak awal dia tidak memikirkan hal itu akan terjadi. Saat tidak ada suara sedikit pun yang mampu terdengar, Kagami keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Di sana, dia menemukan Schana dan Lily tengah berada di kedai, tetapi tidak menemukan Luna.

"Darling, kau mau ke mana?"

"Papa?"

"Ah, aku ingin pergi ke Guild Petualang hari ini."

"Tetapi kau 'kan masih ...."

"Tenang saja, Schana. Aku akan segera kembali jika sudah selesai."

"Janji?"

"Janji."

Kagami mencium kening Schana dan keluar dari tempat itu. Tujuan selanjutnya, Guild Petualang. Karena hari ini dia tidak bertemu Sakura, mungkin suatu hari gadis itu akan datang menemuinya. Saat dia membuka pintu, Guild itu masih ramai dengan para petualang yang bersantai sembari mengumpulkan informasi.

"Yo! Mas Kagami, kau sudah sadar, ya?"

"Wow, Tuan Kagami! Kau datang kemari. Kami telah menunggumu!"

"Kami juga sudah mendengar cerita itu! Kau berhasil mengalahkan Dewa Kematian 'kan? Itu sangat hebat!"

Para petualang mulai ribut dengan kedatangan satu orang yang mendadak viral akibat berhasil mengalahkan Dewa Kematian. Informasi itu beredar karena Kreon dan kelompoknya telah melaporkannya lebih awal saat mereka kembali ke kota. Tidak aneh jika rumor mengenai kekuatan Kagami langsung menjadi perbincangan hangat.

Laki-laki itu hanya dapat tersenyum kecut saat menjawab sapaan semua orang. Dia seperti artis yang baru-baru ini naik daun. Kagami langsung menuju ke meja resepsionis dan bertemu dengan Zaza.

"Ya, kita bertemu lagi, Nona Zaza."

Wanita itu menggembungkan pipinya dan melihat Kagami dengan ekspresi aneh.

"Kau ceroboh! Kenapa kau harus nekat melawan Dewa Kematian? Bagaimana jika kau gagal mengalahkannya dan tewas? Aku dan Luna akan merasa kehilangan orang yang berharga."

Ya ... dia mulai ngomel.

"Hahaha ... maaf, maaf. Tetapi itu memang sudah pekerjaanku."

"Pekerjaan apanya? Kau hanya membahayakan dirimu sendiri."

"Maaf, aku juga tidak tahu jika ada makhluk seperti itu di sana. Lalu, bagaimana dengan informasinya?"

"Oh, semua sudah diberitahukan oleh Tuan Kreon. Ah, untuk hadiah dari permintaan, aku menganjurkanmu untuk datang langsung ke rumah orangnya?"

"Eh? Tetapi aku tidak tahu rumahnya."

Zaza kemudian mengecek laci meja dan mengabil sebuah kertas, lalu memberikannya kepada Kagami.

"Ini adalah alamat rumahnya. Oya, Guild Master mencarimu. Dia bilang ingin berbicara denganmu di ruangannya. Kapan kau memiliki waktu senggang?"

"Kapan-kapan saja, aku sedang malas membicarakan informasi yang terlalu berat diterima."

"Eh, benarkah? Baiklah, tetapi setidaknya temuilah dia kurang dari tiga hari lagi."

"Um."

Kagami berpisah dengan Zaza dan keluar dari Guild. Dia melihat secarik kertas di tangan kanannya, lalu memastikannya dengan peta yang ada di Device.

Di tengah perjalanan menuju tempat tersebut. Dia berpapasan dengan seorang yang begitu akrab dengannya. Si merah muda dengan telinga kelinci yang manis. Keduanya saling melihat dan terdiam satu sama lain. Sebagai lelaki, lantas Kagami mengawalinya terlebih dahulu.

"Ya halo," sapanya singkat sembari melambaikan tangan.

Gadis di depannya hanya dapat berdiri dengan mulut terbuka. Ekspresinya pun terlihat kaget saat mereka dapat bertemu lagi setelah sekian lama sejak Kagami mengalami tidur panjang. Dia merasa deja vu, pasalnya gadis cantik di depannya tiba-tiba menangis tersedu-sedu tanpa alasan jelas. Dia bahkan masih tidak berucap sepatah kata pun.

"K-K-Kagami ... Tuan Kagami? Kau sudah ... sadar kembali? Tuan Kagami ...!"

Sembari bercucuran air mata, gadis itu tanpa ragu berlari dan menempel seperti dulu. Dia dengan mudahnya memeluk Kagami dan membenamkan wajah cantiknya. Karena hal itu, beberapa warga melihat ke arah mereka berdua, tentu mereka penasaran dengan suara keras yang dihasilkan Sakura. Itu membuat wajah Kagami memerah dengan sendirinya.

Selama ini, hanya Schana yang berani bertingkah manja saat mereka berada di tempat umum. Dan sekarang, Sakura adalah orang kedua yang dengan berani melakukannya. Kagami lagi-lagi hanya dapat tersenyum kecut, kemudian memandang Sakura dan mengusap kepalanya.

"Ya, senang bisa melihatmu lagi, Sakura."

"Um, aku juga sangat senang bisa melihat Tuan Kagami lagi. Ini bagaikan mimpi."

"Ya ... tetapi bisakah kau melepas pelukanmu? Aku tidak enak jika dilihat oleh banyak orang."

"Tidak mau!"

"Heh?!"

Namun meski begitu, perlahan Sakura melepaskannya. Mungkin dia telah memahaminya sedikit, dia sendiri juga malu ketika harus memeluk Kagami di tempat umum.

"Ngomong-ngomong, Anda ingin ke mana, Tuan Kagami? Bukankah Anda baru saja siuman?"

"Aku hanya ingin memastikan informasi yang ada di Guild Petualang. Lalu ...."

"Lalu?"

"Lalu, aku ingin menemui ayahmu, Sakura."

Ya, sekarang ini dia harus segera bertemu dengan ayah Sakura. Inilah saat-saat penting baginya untuk bertemu dengan orang yang berasal dari dunia yang sama dengannya. Entah pertemuan seperti apa yang akan terjadi. Tetapi, ini mungkin adalah pertemuan yang tidak terduga oleh kedua pihak.


Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya

Posting Komentar

0 Komentar