The Irregular Lifeforms Chapter 20 - Mimpi yang Menjadi Sebuah Pertanda


Tenggelam dalam kegelapan adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh setiap manusia. Tidak peduli sekuat apa tubuhmu, takut adalah reaksi alami yang muncul karena tekanan pada pikiran dan perasaan.

Perasaan takut juga dapat diartikan sebagai pertanda bahaya, sehingga manusia perlahan akan mencoba menghindari sesuatu yang dianggapnya berbahaya bagi diri sendiri atau kelompoknya.

Namun, di duniaku yang dipenuhi kematian dan kehancuran. Menciptakan rasa kekhawatiran yang lebih tinggi. Bahkan bagiku sendiri, menghadapi makhluk seperti Astal lebih menakutkan dibanding ancaman pembunuhan yang dilancarkan manusia lain.

Dari sanalah, rasa takut yang sangat besar muncul dan membuat setiap orang melakukan segala cara untuk menolak kehancuran umat manusia bersama-sama. Harapan umat manusia perlahan muncul, sedikit demi sedikit merangkak naik menuju rantai kehidupan tertinggi lagi, menimbulkan adanya kontradiksi yang menghancurkan kepercayaan masing-masing individu.

Di kala mereka mulai mendapatkan cahaya harapan, di sanalah terdapat orang-orang yang telah berkorban dibalik layar demi mengangkat cahaya tersebut untuk keluar dari dasar dan menghancurkan sangkar ketakutan.

Itulah yang kami lakukan. Bekerja di balik layar. Mempertaruhkan nyawa yang dilandaskan atas nama kedamaian dunia. Artinya ... apakah kami akan selalu berada dalam kegelapan ini?

Itu terus berlanjut hingga sekarang, di mana aku tengah berdiri di suatu tempat yang tak kukenal. Aku ingat tentang diriku yang terlempar ke dunia lain, tetapi panorama di hadapanku sekarang adalah hal baru.

Aku melihat jalan tanah yang membentang panjang hingga ke ujung yang tertutup cahaya. Di kedua sisi jalan tersebut, terdapat pepohonan yang begitu indah dengan mahkota bunga bermekaran yang berwarna merah muda. Bunga sakura kah? Itu begitu banyak dan terus ada hingga ke ujung jalan.

Seseorang kemudian memeluk lengan kananku, aku sadar, dia adalah orang yang baru kuselamatkan beberapa minggu lalu, wanita dengan telinga rubah yang imut dan rambut keemasan yang indah. Istriku, Schana.

Dia tersenyum bahagia, menarikku dan mengajakku berlari pelan bersamanya melewati jajaran pohon sakura. Kami berlari pelan ke arah ujung jalan ini yang tertutup cahaya. Tak lama kemudian, aku melihat siluet asing yang berdiri membelakangi kami.

Aku dan Schana berhenti melangkah, siluet tersebut mulai berbalik dan melihat kami. Dia adalah seorang perempuan yang memakai pakaian pendeta kuil, mirip seperti Schana. Dia memiliki telinga kelinci yang indah. Berwarna merah muda cerah yang menyatu dengan rambutnya yang sepanjang lutut. Itu adalah rambut paling indah kedua yang kulihat setelah milik istriku.

Dia pun berlari pelan kemari. Setelah mendekatiku, dia tersenyum ke arah kami. Perempuan itu lantas meraih tangan kiriku dan menatap Schana. Keduanya terlihat tersenyum bahagia, kemudian menarikku bersamaan, menuju ke ujung jalan di mana cahaya harapan kami telah menunggu.

“Hei! Bangunlah, darling!”

Suara tak asing yang memanggilku, memudarkan pemandangan sempurna yang baru saja kulihat. Saat aku mulai sadar, aku terbangun dari tidurku.

“Jadi itu hanya mimpi?”

“Ada apa, darling? Kenapa kau menangis? Apakah kau terluka?”

“Eh?”

Aku melihat pemandangan yang telah biasa. Seorang wanita muda dengan rambut keemasan dan telinga rubah yang melekat di kepalanya. Tanpa memakai sehelai benang pun, dia duduk di atas perutku. Melihatku dengan wajah khawatir.

Aku menggerakkan tangan kananku dan menyeka ujung mataku. Entah kenapa, ada air mata yang terurai keluar menggantikan perasaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

“Aku tidak apa-apa, Schana. Aku hanya ... merasa sangat bahagia.”

“Benarkah? Aku senang mendengarnya.”

Wanita itu perlahan menurunkan tubuhnya dan merebahkan kepalanya di atas dadaku. Aku menoleh ke samping, di mana cahaya mentari menembus jendela kaca kamar penginapan kami.

“Hanya mimpi, ya? Apakah suatu pertanda? Atau hanya kelainan pada pikiranku saja?”


Posting Komentar

0 Komentar