The Irregular Lifeforms Chapter 00 - Prolog


Pada pertengahan abad 21, manusia menemukan jenis virus baru yang lebih ganas dan mematikan. Virus tersebut diberi nama Regan. Penyakit yang ditimbulkan berupa rusaknya sel dalam tubuh dan perubahan pada DNA si penderita. Wabah tersebut pertama kali menyebar pada tahun 2077 di Venezuela dan menginfeksi hampir dua pertiga total populasi meliputi manusia dan juga hewan.

Virus yang menginfeksi manusia menyebabkan adanya kerusakan fatal pada otak sehingga terlihat tidak memiliki intelegensi dan sering dikaitkan dengan munculnya mayat hidup yang menghebohkan media internasional. Apabila yang menginfeksi hewan menyebabkan perubahan genetik yang cukup pesat, bahkan mengubah bentuk tubuh serta mempercepat pertumbuhan hewan tersebut, sehingga menjadi raksasa atau dapat disebut pertumbuhan gigantik dan perubahan fisik lainnya.

Setahun setelahnya, secara ajaib sebuah meteor berdiameter lebih dari dua kilometer menghantam wilayah tersebut dan meninggalkan lubang besar bekas hantaman benda ruang angkasa tersebut. Keanehan mulai muncul ketika badan antariksa Amerika Serikat sebelumnya tidak menemukan adanya benda angkasa yang mendekati wilayah tersebut, sehingga banyak orang-orang menyebutkan bahwa tragedi tersebut berkaitan dengan adanya sihir di dunia.

Tiga bulan setelah tidak adanya tanda-tanda akan pandemi mengerikan tersebut, kini semuanya kembali bermunculan secara serentak di dua negara tetangga, lebih tepatnya berada di Guyana dan Kolombia. Anti virus yang belum ditemukan menyebabkan pihak negara melakukan pemusnahan masal pada warga yang terjangkit. Tetapi cara penyebaran wabah tersebut masih samar diketahui, kecuali gigitan langsung dari si penderita kepada orang lain.

***

Di malam yang tak berbintang, mayat-mayat manusia tergeletak secara acak di jalan. Bahkan di antaranya terlihat berjalan pelan meramaikan jalanan tersebut. Wajah dan tubuh yang rusak serta kulit pucat dengan bekas daging terkoyak dapat terlihat dengan jelas. Mayat-mayat itu hidup, berjalan ke sana dan kemari tanpa tujuan yang jelas, hanya mengitari daerah sekitar masing-masing.

Tidak jauh dari tempat tersebut, enam tentara bersenjata lengkap menyusuri jalan utama. Mereka mengendap-endap di bawah derasnya guyuran hujan. Petir menyambar tak menentu di langit hitam, suara gemuruh tak henti-hentinya menjadi musik penghantar hidup.

Keenam tentara tersebut berhenti di samping badan truk yang terguling. Salah satu tentara yang berada paling depan memberi tanda dan mengumpulkan pasukannya.

"Laporkan situasi saat ini!"

Salah satu tentara yang berada di barisan belakang kemudian maju beberapa langkah mendekatinya.

"Siap! Regu satu kehilangan empat prajurit, status regu dua dan tiga tidak diketahui. Kita kehilangan komunikasi dengan mereka!"

"Sial! Kita kehilangan banyak prajurit!" katanya, menggeram.

Sebuah guncangan asing mendadak muncul dan mengejutkan mereka. Kontan keenam tentara tersebut meraih senjata mereka dan bersiaga di balik badan mobil. Salah seorang tentara yang diketahui pemimpin dari peleton tersebut mengintip dari celah jendela.

Terlihat samar-samar makhluk raksasa berkaki delapan tengah berjalan melintasi jalanan tersebut dari satu sisi ke sisi lain. Para tentara yang melihatnya hanya dapat terdiam sambil menahan napas mereka. Ketegangan yang tiba-tiba muncul membuat jantung mereka berdegup dua kali lebih cepat.

Makhluk setinggi hampir delapan meter tersebut terdiam, menoleh ke berbagai arah seakan menjadi pengawas tempat tersebut. Sang pimpinan peleton tersebut mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk tetap tenang dan diam di tempat untuk sementara waktu.

Tidak lama setelahnya, beberapa makhluk berukuran lebih kecil berdatangan dari balik dinding bangunan yang berada tak jauh dari makhluk raksasa tersebut. Pimpinan peleton tersebut dengan segera membalik tubuhnya menghadap ke arah prajuritnya.

"Segera kirimkan pesan darurat tingkat lima ke pusat! Keadaan sudah berada jauh dari batas penanganan pihak militer kita!"

"Siap, Letda Murazawa!"

Salah satu tentara kemudian mengambil sebuah alat mirip ponsel dan kemudian mengetikkan sesuatu, setelah itu mengirimkannya dengan segera. Sesaat kemudian raut wajahnya berubah.

“Komandan, pesan tidak dapat dikirim, komunikasi kita terputus total.”

“Jadi begitu, ternyata kita benar-benar hanya dijebak, ya? Berada di wilayah terburuk negara lain, persediaan minimum, jalur komunikasi dimatikan.”

“Terlebih, kita tidak mungkin meminta bantuan dari Indonesia untuk datang ke wilayah berbahaya ini. Mereka tidak akan membuang nyawa berharga manusia hanya untuk kita.”

“Kau benar.”

"Lalu apa langkah kita selanjutnya, Komandan?"

Pria yang dipanggil Komandan tersebut mendongak ke langit, merasakan setiap tetesan air yang menjatuhi wajahnya. Tanpa sadar air hujan tersebut ikut menyatu dengan air matanya. Pria tersebut kembali menatap wajah para prajuritnya.

"Kita sudah telanjur berada di sini. Tidak ada perintah apapun, kita benar-benar telah dijebak oleh faksi itu."

Salah satu prajurit kemudian berdiri sembari menyiapkan senjatanya. "Setidaknya kita dapat mengurangi jumlah mereka 'kan, Komandan?" katanya.

"Kau benar, tapi aku tidak akan menyerahkan hidupku begitu saja! Aku yakin bantuan dari Indonesia akan datang dengan segera, meski kemungkinannya hanya ... satu persen."

Dengan aba-aba dari sang Kapten, mereka kemudian berdiri serentak, menatap ke arah makhluk asing yang berada di depan mereka. Kemudian tanpa ragu mereka berlari keluar dari tempat persembunyian tersebut dan menembaki makhluk-makhluk yang lebih kecil hingga hancur menjadi beberapa bagian.

"Kita adalah manusia yang diberkati dengan keberanian, hidup yang kita korbankan tidak akan sia-sia untuk generasi muda. Semuanya, tolong pinjamkan kekuatan kalian!"

"Siap, pak!”

Dengan semangat membara mereka melawan arus kematian yang berada kurang dari sejengkal. Malam tersebut menjadi langkah awal manusia menggapai arti perjuangan melawan makhluk hasil eksperimen mereka sendiri, yang saat ini dunia menyebutnya dengan nama, Astal.


Posting Komentar

0 Komentar